Jumat, 26 Februari 2010

Sebelum Mentari Terjaga

Mentari
ku tulis sajak ini sebelum engkau terjaga
kalu itu bumi masih kuyub diguyur embun
yang sejuknya tempias sampai ke tulang

pelan-pelan kuraih pena dari atas meja kayu
kemudian kugoreskan sedikit pada kertas biru
warna kesukaanmu
warna yang selalu kau pamerkan
saat jarum jam bergeser beberapa derajat dari angka enam
hingga akhirnya berjumpa lagi di angka yang sama

ku tulis sajak ini meski masih ada ragu yang menyelinap dalam hati
entah berapa kali aku harus mengulang untuk berkata mengenai perasaanku
hingga kulihat beberapa diantara kabut saat itu mentertawaiku
sebagai manusia pengecut yang coba mengocok kata-kata
hanya untuk mengutarakan gejolak diri

padahal waktu itu aku hanya berusaha menjaga tidurmu
setidaknya sampai semua pr-pr ku lunas kubayar

AKU ADALAH

Aku adalah muara tempatmu menemukan kiasan-kiasan benda langit dalam pelayaranmu

Aku adalah arus yang akan kau arungi bersama getirnya perasaan

Aku adalah samudera yang coba meraba kesunyianmu lewar petikan syair bernada pilu

Aku adalah hujan yang merangkul setiap asamu menuju lembah-lembah tropis dalam hatimu

Aku adalah kupu-kupu yang rekahkan senyummu sebelum gemuruh riuh direntangi angin merebahkan citamu

Aku adalah jejak yang kau tinggalkan dalam bait-bait langkah kecilmu

Aku adalah bayang-bayang yang menyusuri patahan dialog kala senja memaksaku menelan jarak

Aku adalah caramu belajar sebagai seorang manusia yang berjalan di atas etihnya sendiri tanpa sekali pun kau menoleh ke arahku

Kamis, 25 Februari 2010

Sendiri

Aku adalah sungai-sungai yang ingin selalu mengarungi arus sampai pada muara

biarpun mendung tak sanggup lagi merangkul perasaanku

dengan sisa napas ini aku ingin terus berlayar dan bertaut sampai mataku tak jumpa lagi adanya tepi

hingga aku benar-benar merasa sendiri

berdialog dengan bayanganku sendiri

meluapkan sobekan-sobekan kekecewaan yang belum sempat tersampaikan

meski terkadang guratan-guratan sunyi begitu ramai menjamahi desir rasa dalam dadaku

dan semakin jauh aku melangkah

maka semakin deras deru dera kehidupan menerpa

menerjang jiwaku

aku pun mulai belajar mensyukuri

bahwa aku adalah manusia yang berjalan di atas telapak kakinya sendiri

Selasa, 09 Februari 2010

Sungai-sungai Negeriku

Argh
ngilu negeriku ini
sampah-sampah terlalu mudah mengaliri sungai-sungainya

nyeri rakyatmu ini
menyaksikan sungai-sungainya meluap
memuntahkan bau keserakahan
keangkuhan
dan keegoissan

menyaksikan sungai-sungainya dilepuhi asap keberingasan

sungai-sungan negeriku disayang
ditimang
lalu dibuang

sungai-sungai negeriku dibelai
dimanja
lalu dirampas ranumnya

sungai-sungai negeriku dilacuri
dijajah imannya

harapan timbul tenggelam
timbul lalu tenggelam lagi

seakan dosa sudah lelehi wajah sungai-sungai negeriku
lengking rintihnya tidak lagi didengar sebagai sebuah derita

duhai inikah sungai-sungai yang hidup pda peradaban negeriku
inikah?

Pulang

ku kirim padamu sepotong bulan
setidaknya untk menemanimu mengayuh angin malam ini
petiklah sendiri di langitmu
genggamlah erat-erat
lalu pejamkan mata
maka kau akan membaca
dari alif hingga hamzah
pesan yangterangkai dari kerlip bintang di utara
terjelma jadi kiasan
dalam perjalanan menuju pulang

Senin, 08 Februari 2010

Seusai Bencana

seorang lelaki kecil
berjalan gontai tanpa alas kaki
terbayang hamparan nyawa kehilangan harga
kehilangan segalanya

di tanah lapang itu
lelaki kecil tadi
berteriak memanggil-manggil dalam isaknya
wajahnya becek penuh linangan air mata

tak puas berjalan ia pun berlari
sampai satu wajah memaksanya tuk berhenti
lelaki kecil itu tertunduk kaku
ia menemukan apa yang dicarinya

ya
perempuannya sudah terbaring dalam kenangan

Pelayaran

musim ini beringsut-ingsut meninggalkan pelabuhan
menoreh luka dan kalut
di sepanjang perjalanan menuju persimpangan

sesampainya di sana
ada seiris kepiluan untuk dikemas
kemudian diusung beramai-ramai

seperti yang terjadi hari ini
ribuan mayat dikuburkan di tanah yang sama
liang yang sama
di dingin yang sama pula
tanpa doa
tanpa taburan bunga

anak-anak bagai di pengasingan
berlarian mencari ayah bundanya
yang semula datang dengan cengkrama
dan pulang sebatang kara

sedang yang lain tergesa-gesa
mengabarkan berita entah apa

tapi pelayaran tak pernah berhenti
untuk menghitung jarak dengan Tuhannya

Senin, 25 Januari 2010

MASIH SAJA SUNYI

Masih sunyi saja ruangan ini
Orang-orang terlalu sibuk dengan urusannya sendiri
Padahal yang mereka lakukan hanyalah membolak-balik kertas
Kesana-kemari meminta coretan tangan dari atasannya
Melototi layar komputer sampai mata mereka hampir keluar

Dengan busana resmi berlencana negeri
Mereka menghambur masuk ke gadung-gedung bergengsi
Turun dari atas roda-roda berkelas
Bersiap menantang rakyat untuk menjalin relasi

Masih sunyi saja ruangan ini
Di luar sana terlalu sibuk rupanya
Bersahabat dengan semua fasilitas berada
Wah!
Lengkaplah penderitaan sebagai ruang kecil terlupakan


Dengan dinding yang catnya kian pasi
Karpet kusut dengan debu setebal dompet
Juga seonggok doa-doa tua dalan kertas yang kian menguning


Masih sunyi saja ruangan ini
Akhir-akhir ini mereka terlampau sibuk rupanya

Semoga saja
Mereka hanya melupakan ruangan ini
Bukan luoa pada fungsinya

Semoga mereka masih ingat arti ruangan ini
Ruang yang mereka bangun dengan menyisihkan sedikit uang rakyat
Ruang tempat menyisihkan waktu dari segala urusan dunia
Ruangan yang masih saja sunyi

Hujan

Hujan belumberhenti
Hanya saja rinainya tak semenggebu dulu
Reda sudah derasnya
Tinggal gerimis kecil yang masih saja beriak

Ku harap hujan tak lagi menjadi kerinduan
Karena kurasa sudah cukuplah cerita tentang hujan
Biarlah semua itu berlalu jadi kenangan

Bagiku selamanya tak ada yang bisa mengggantikan hujan
Apalagi ingin jadi hujan
Sudah cukuplah ada satu hujan
Pengisi kesunyian yang melahirkan kesunyian baru
Di laut abadi

Biar kugantikan nama hujan dengan yang lain
Untuk sekedar membuka hati

Pulang ke Rumah

Dalam gerimis sebelum matahari menyeret bayangan panjang
Pada laut sebelum debur ombak semakin menggulung ke darat
Kulambaikan kedua tanganku pada setiap layar kapal yang terkembang
Berharap kau datang membawa banyak tengiri seperti dulu
Dan aku membantumu membawanya ke rumah kita

###

Pagi masih bernada pucat
musim yang membeku tak jua menggugurkan semangat orang-orang jingga
bergegas mereka menerjang jalanan
menghambur meniti setiap sudut kota
menyapu semua debu sampai dingin mereyap menyingkirkan dingin
di sini
di Banjarbaru

Palsu

dengan ini kubumikan serta denyut-denyut cintaku
bersama seribu kali lengkungan di bibirmu
seperti pesanmu waktu itu
aku pun menunggu waktu yang kau janjikan
hingga lengkaplah sebuah skenario
tentang sandiwara dengan lelakon tunggal
dan kita telah bersama-sama bercerita
tentang indahnya kepalsuan