Hingga seribu nasi tak mampu menghapus air mata jilbab-jilbab basah
Hingga kami harus berwudhu dari derasnya hujan yang membasahi jilbab-jilbab tanah coklat
Hingga kami harus luruh oleh kesombongan juga keteledoran Betsi di banci
Hingga jilba-jilbab kami terhampar gersang di tengah genderang perang
Hingga kabut-kabut manja bersorak merayakan air mata kami
Hingga jilbab-jilbab basah hanya bisa memutar-mutar mahkota basahnya dalam mimpi yang kuyub
Hingga mereka berkata kamilah yang berjaya sesungguhnya
Hingga kejayaan itu hanya bisa kami rayakan dalam sebuah lorong-lorong kebodohan
Hingga jilbab-jilbab kami terbaring hampa, terkoyak jadi keset
Hingga jilbab-jilbab basah garang jadi arang
Hingga seribu nasi tak mampu menghapus air mata jilbab-jilbab basah
Sabtu, 1 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar